folder Filed in Uncategorized
Edward Please Stop The Political Crap
Edward Suhadi comment 0 Comments
butet
Bersama Butet Kertajasa dan Marzuki Muhammad selesai shooting salah satu video dukungan Jokowi. Mereka berdua pahlawan saya yang akhirnya bisa bekerja bareng.

Ada kekhawatiran dari teman-teman dekat saya yang saya tahu bicara ini karena tulus peduli dengan saya:

“Ward, kurangi bicara politiknya. Orang-orang nanti bingung kamu ini fotografer atau caleg. It’s bad for business.”

Why is it bad for business? Karena ternyata pemahaman yang selama ini kita punya: Politik dan bisnis, serta hampir seluruh bagian kehidupan nyata, itu ga bisa dicampur. Lebih sederhananya: Kalau kamu orang biasa, ya bisnis aja. Kerja ya kerja aja. Jangan ngomong-ngomong politik. Itu hanya buat orang-orang di partai dan di Senayan.

Saya pun tentu hidup lama dengan pemahaman ini. Cukup masuk akal toh.

Tapi tahun-tahun terakhir, banyak kejadian dalam hidup saya yang akhirnya membuka mata dan pikiran saya, terutama dalam persinggungan saya dengan Anies Baswedan. I am now a different person, and I don’t think I can ever come back.

Okeh. Buat yang percaya bahwa politik harus dipisah dan kita ga perlu ikut-ikutan peduli, bayangkanlah kehidupan kita yang (ceritanya) steril politik ini.

Bangun pagi. (Apakah kamu tidur nyenyak? Adakah rasa aman bahwa tidak akan ada perampok di tengah malam? Rasa optimis ada tidak di udara buat masa depan kamu dan keluarga kamu di negeri ini. Peraturan tentang kesehatan. Tentang rencana liburan kamu ke luar negri pakai visa apa nggak. Harga tiket pesawat yang tergantung harga bahan bakar yang dihitung dengan dollar. Kebijakan asuransi seperti apa yang pemerintah buat untuk rakyatnya.)

Mandi. (Kualitas air mandi kamu. Manajemen PAM. Orang-orang yang saat ini menjadi direksi PAM. Jaringan pipa yang menuju ke rumah kita. Kualitas air tanah yg jelek karena resapan yang buruk, atau banyak orang mandi di daerah dekat pabrik yang mencemarkan cadangan air.)

Mempersiapkan anak-anak sekolah. (Kurikulum sekolah, kualitas guru, tingkah laku anak yang adalah hasil pendidikan, jumlah sekolah yang ada, sebaran sekolah, rasa tenggang rasa anak kamu untuk masalah-masalah sosial, kedewasaan dia bersikap, kesiapan dia untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan persaingan baik dalam dan luar negeri)

Sarapan pagi. (Harga telur yang mengikuti pasar, kebijakan dolar, kebijakan harga-harga pokok, harga roti, harga coklat yang mengikuti kebijakan upah buruh-buruh pabrik coklat yang ditentukan pemerintah)

Jalan ke kantor. (Bensin di dalam tanki kamu, harga bensin, subsidi bahan bakar, harga mobil baru, macetnya jalan karena penjualan mobil ga diatur dan buruknya sistim transportasi umum, serta kurangnya pelabuhan-pelabuhan dan jalan sehingga truk-truk besar harus lewat tol-tol dalam kota)

Kerja. (Iklim ekonomi, daya belanja masyarakat, cukup banyak kah orang yang sejahtera untuk beli barang kamu, peraturan pemerintah, kepastian hukum buat para investor, skema pajak, peraturan tentang industri kamu, peraturan tentang ketenagakerjaan, subsidi pemerintah buat industri tertentu)

Makan siang. (Semua harga makanan di tempat makan siang, suasana duduk bersama dengan orang-orang dari berbeda latar belakang apakah itu akrab atau saling curiga dan benci, kenyamanan rasa hormat buat mereka berdoa sebelum makan)

Pulang, hangout, hiburan. (Harga latte yang tergantung harga kopi dan susu dan gaji mereka yang menyajikannya, harga barang-barang yang kamu mau beli tergantung dollar dan pajak masuk ke negeri ini, kurangnya taman dan fasilitas olahraga umum, macet ketika jalan pulang, rasa aman di lampu merah karena angka pengangguran dan wibawa polisi dan hukum, rasa aman ketika pulang sendiri sebagai seorang minoritas di kendaraan umum)

Getting my point? Catching my drift? 🙂

Setiap aspek kehidupan kita. Setiap saat. Setiap sudut. Adalah politik.

So can we really say that my life is not political?

And with that answer, can we really afford not to care?

Mungkin mirip kalau saya analogikan dengan tetangga sebelah yang sedang terbakar rumahnya dan kita tetap seru dengan bubble kehidupan kita sendiri, tetap nonton tivi dan makan dan bercanda ria haha-hihi, ketika semua sedang berusaha mematikan api supaya nanti pada akhirnya rumah kamu sendiri juga tidak ikutan terbakar.

Absurd kan pemandangan ini? Sayangnya masih banyak yang memilih bersikap demikian 🙂

Saya setuju tidak semua orang harus berkampanye, berpendapat keras dan tidak semua orang harus memborbardir timeline mereka dengan pernyataan politik.

Semua tergantung kadar kepedulian kamu dan juga kemewahan untuk bisa peduli (kemewahan pekerjaan, keterbatasan waktu, pendahuluan keluarga). Tapi untuk bilang bahwa dia tidak peduli dan mencibir mereka yang peduli, saya rasa itu pernyataan yang kurang bertanggung-jawab dan egois. Kenapa? Karena dengan berkoar-koar demikian dia membantu membentuk opini publik bahwa ‘basi lo peduli politik’, padahal kepentingan dia juga yang sedang diperjuangkan.

Saya pribadi: I cannot afford not to care. Setiap saat dari hidup saya, masa depan tim saya, masa depan bisnis saya, masa depan keluarga saya, adalah keputusan politik.

I cannot be not caring. Saya sudah sepakat bersama istri saya bahwa hidup kami bukan untuk mencapai kenyamanan dan kemakmuran dan kedamaian, tapi bagaimana hidup kami berguna, berdampak buat orang-orang di sekitar kita. Melihat ke belakang apa-apa saja yang menjadi pilihan kami berdua di setiap persimpangan hidup selama ini, kami tidak pernah seyakin ini untuk terus berjalan di jalur ini.

Cilakanya: I am a pretty loud person because I always learn to say what I think is right. Berabe deh.

So here we are: Edward who is a photographer that works in luxurious wedding and photography world but at the same time is also loud on his political opinions 🙂

Apakah saya anti ‘hidup normal’? Sama sekali tidak. Seperti sudah saya bilang: Jalan hidup dan passion setiap orang pasti berbeda. Saya tidak mengharapkan semua orang terjun aktif seperti saya.

Apakah saya anti kemakmuran? Juga sama sekali tidak. Ada sejuta bentuk orang baik yang peduli, dan orang-orang yang makmur dan figur publik selalu bisa menjadi bagiannya. Besides, who’s going to pay the bills for all this fighting against evil with bottomless pockets? 🙂

Takutkah saya menulis ini di blog komersil saya? Tidak 🙂 Karena yang saya mau bangun adalah clientele yang juga merupakan orang-orang favorit saya. Saya sudah buktikan itu dari ratusan klien yang sudah bekerja sama dengan kita, dan hingga hari ini mempunyai hubungan yang baik dengan kita. Yang tidak suka begini-beginian pasti sudah kabur tunggang-langgang 🙂

Lagipula? Kenapa kita tidak bisa membangun bisnis yang sukses dan sekaligus juga bisnis yang berprinsip, peduli dengan karyawan dan lingkungannya, serta aktif dalam perannya bernegara? Kenapa berbisnis harus hanya boleh erat dengan kemewahan, kenyamanan, orang-orang sejahtera egois yang hanya peduli dengan dirinya sendiri?

I want to build a business that me, my family, and my country can be proud of. That’s how I want to be remembered. And I am certain that it is possible.

Pemilu hanya sekali dalam lima tahun. Kita ‘berisik’ hanya dalam waktu sebulan setengah. Surely you could afford that 🙂 If you can’t, well congratulations on living inside your bubble 🙂

For those who is still on the neutral side: At least try to care. You don’t have to change avatars or share links or stuff like that. At least study the candidates carefully. Use your heart. Choose the future you want for your life and family and children. And make sure you vote on 9 July 2014.

It is your house too we’re all saving here.