folder Filed in Life
Buat Kapan
Edward Suhadi comment 10 Comments

Suatu hari saya sedang membeli sebuah pepaya dari seorang bapak penjual buah.

“Berapaan pepayanya bang?”

“Empat-belas ribu.”

“Satu deh.”

Ditariknya rokok kretek dimulutnya, dihembuskan asapnya, lalu sambil tangannya mulai memilah pepaya-pepaya yang ada di depannya dia bertanya: “Buat kapan?”

Buat kapan.

Pedagang buah memang selalu bertanya: Untuk kapan ini dimakan?

Alpukat, pepaya, pisang, mangga.

Jika untuk dimakan hari itu, dia akan pilihkan yang sedang matang hari itu.

Jika untuk besok, dia akan pilihkan yang akan persis matang besok.

Jika untuk dua-tiga hari lagi, dia pilihkan yang akan matang dua-tiga hari lagi.

Saya jadi terbayang tentang kehidupan: Bisakah kita melihat hidup seperti demikian?

Ketika banyak hal sulit yang sedang kita alami saat ini, bisakah kita ingat bahwa memang ‘buah-buah’ ini bukan untuk dinikmati hari ini.

Sehingga kalau saat ini rasanya masih keras, masih asem, masih belum manis, karena ya, memang belum saatnya untuk buah itu kita makan.

Tapi untuk suatu hari di masa depan.

Salah satu kunci kehidupan menurut saya adalah kemampuan melakukan banyak hal sulit dan berat yang tidak langsung menunjukkan hasilnya.

“Success is to be able at any moment to sacrifice what you are for what you will become,” kata Eric Thomas.

One of my most favorite quote.

Pegawai kantoran yang sekolah malam untuk menambah keahliannya.

Atlit muda yang berlatih tiada henti sehingga makin piawai dan siap di perlombaan nanti.

Pengusaha baru yang menghabiskan akhir pekan-akhir pekannya untuk menanam benih-benih untuk masa depan.

Kita harus pintar-pintar dalam hidup ini mempersiapkan buah-buah kita.

Jangan matangnya semua di masa yang masih jauh di depan sehingga kita kelaparan.

Jangan juga matangnya semua sekarang sehingga kita kekenyangan tapi ga punya apa-apa buat simpanan.

Mana yang memang untuk dimakan hari ini, mana yang untuk 3 bulan lagi, 6 bulan lagi, atau 5 tahun lagi.

Sehingga, hidup kita nanti akan selalu punya buah manis dan ranum untuk dimakan. Apapun harinya, apapun musimnya.

Sehingga juga, hati ini tidak gampang patah semangat.

Tidak gampang sedih dan lunglai ketika rasanya kok keranjang kita isinya buah-buah yang masih pucat.

Yang pasti hidup ini harus punya rencana, harus punya hitungan, sehingga di setiap masa kita selalu punya buah yang matang untuk dimakan.

Ingat itu setiap kali kita liat si abang tukang buah.

  1. Patah semangat karena ekspektasi ga sesuai kenyataan. Pingin lekas sukses, tapi malas melalui proses. Tukang buah (dan juga petani buah tentunya) lebih hati-hati dalam hal ini. Thanks buat tulisannya 🙂

  2. Wow….sangat menginspirasi neee tukang buah. Yang nulis sangat pandai story telling nya. Kita semua pasti sering juga mendengar pertanyaan yang sama dr tukang buah tapi mungkin buat kita itu biasa …..sukaaaa sekali dg tulisannya in “BUAT KAPAN”

Comments are closed.