folder Filed in 7 Hari Tulisan Buat Yang Ga Suka Ahok
Ahok Kayak Pete
Edward Suhadi comment 53 Comments

“Bapak makan pete gak?”

Tulisan ini adalah tulisan ketiga dari seri #7HariTulisanBuatYangGaSukaAhok sedikit sumbangsih saya untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi Jakarta. Saya percaya semua orang, apalagi anak muda, harus peduli politik. Karena konsekuensinya tidak terelakkan akan dirasakan oleh semua orang. Saya bukan orang dalam, saya tidak dibayar, hanya orang biasa yang menyuarakan pendapat saya. Jikalau kamu masih bingung memilih siapa di Pilkada Jakarta 2017 dan mau membaca tulisan lain di seri ini, klik di sini.

Begitu tanya saya kepada sang staf. Belum dijawab ketika tulisan ini mulai diketik.

Saya punya filosofi tentang pete yang, menurut saya, bagus sekali. Hidup saya berubah karenanya.

Waktu kecil, karena rasa ingin tahu, saya pernah mencoba pete. Saya ingat bahwa waktu itu petenya hanya di sebuah masakan biasa, sudah tidak segar dan tidak hangat (keluarga saya tidak ada yang suka pete).

Begitu digigit, saya ingat mulut ini langsung pahit, dan bau. Tentu sebagai anak kecil lidah saya pasti lebih suka dengan rasa french fries, sosis, atau chicken nugget. Langsung mual dan gak suka sama si pete ini.

Saya ‘lepeh’kan dari mulut ke piring saya, dan sejak itu saya sudah tidak pernah makan pete segigitpun lagi.

Kalau lihat pete di piring sajian, baik di meja makan rumah atau di kondangan, walaupun tergiur dengan kentang, cabai dan udang yang biasanya menyertainya, saya pasti otomatis tidak mengambilnya.

Begitu juga kalau ada orang bertanya: “Kamu makan pete ga?” Langsung jawab saya, “Enggak,” tanpa pakai berpikir lagi.

Saya juga selalu heran, ketika orang selalu sambung jawaban saya tadi dengan, “Kenapaaa? Enak banget lagiii!”

Enak bagaimana? Enak dari hongkong!

Saya tidak suka pete adalah sebuah pilihan yang sudah diputuskan sejak lama dan tersimpan rapih di laci otak saya.

Semua berubah ketika kakak saya menikah dengan istrinya (seorang gadis Jambi). Sang ipar (dan keluarga besarnya yang saya kenal baik) adalah penggila pete.

I mean, maniacs.

*dengan logat melayu sumatra yang kental*
“Ooo enak gilooo…”
“Alamak matila bau nian…, sedapnyooo….”
“Oi kau gilo ini pete lemak niaannnn….”
“Woi matilah gek (nanti) malam wc bau nian!” (Orang yang abis makan pete pipisnya bau pesing memang, yuck!)

Kira-kira begitulah yang saya dengar ketika mereka-mereka ini di depan saya lahap menyendok pete besar-besar itu ke dalam mulut mereka.

Tambah bikin kesel kalau ditambah, “Oi kau tau dak, pete ini sehat, banyak oksidannya, menangkal radikal bebas….. kau ni… cobo la!”

Radikal bebas tentara pemberontakan maksudnya? Sebel. Gak, gak mau coba. Orang ga suka kok.

Namun suatu hari, ketika lagi-lagi sepiring udang pete sambal tomat ini mendarat di meja makan dengan asap berkepul-kepul, nggak tahan juga saya. Kilau, asap dan warnanya memikat. Saya akhirnya memutuskan mencobanya lagi.

Lagipula pikir saya, “Begitu banyak orang suka pete, apalagi para maniak yang saya kenal baik ini, pasti ada sesuatu yang baik dan enak dari pete ini.”

Dengan nasi panas, dan satu guyuran – ((( GUYURAN ))) – sambal udang dan beberapa pete gendut-gendut di atasnya, akhirnya saya sendok dan masukkan ke mulut.

Waktu awal gigit, kenangan masa kecil saya masih ada, “IH GA ENAK!” Tapi kali itu, saya putuskan untuk paksa terus.

Dan terus.

Dan terus.

As you’ve guessed: I was a born-again soul then and there on that dinner table.

Ngerti saya sekarang. Gurihnya, kriuknya, baunya yang eksotik, harumnya yang khas.

Saya sekarang suka banget pete. Sukaaa banget. Dengan ayam goreng dan nasi panas. Dengan kacang panjang dan ebi. Dengan udang, tomat dan sambal goreng. Alamak.

Pelajaran besar hidup saya yang saya dapat adalah:

Banyak ketidak-sukaan dalam hidup kita kita putuskan hanya karena satu kejadian yang tidak sempurna, jauh di masa lampau.

Dari satu kejadian tidak sempurna itulah, yang terjadi jauh di masa lampau, kita memutuskan, “Saya tidak suka X”.

Lalu keputusan itu kita simpan di laci otak kita. Siap dikeluarkan dan diutarakan jika ada pertanyaan.

Dari sebuah kejadian menggigit satu potong pete tidak segar di masa kecil saya, saya memutuskan selama belasan tahun saya hidup sampai sebelum saya mencobanya lagi di meja makan itu, bahwa saya tidak suka pete.

“No thanks. Saya ga suka pete.”

Walaupun lidah dan selera saya sebagai orang dewasa sudah berkembang jauh dari si anak kecil yang cuma suka chicken nuggets, walaupun pete yang ditawarkan di depan saya ini segar sekali, dan walaupun pete itu disajikan oleh tukang masak terbaik, dengan udang dan ongsengan sambal tomat yang masih hangat berasap-asap.

“No thanks. Saya ga suka pete.”

Sekarang coba ingat-ingat makanan-makanan yang kamu selalu bilang bahwa kamu ‘ga suka’ – kapan kamu terakhir makan makanan itu?

Pasti sudah lama sekali kan?

Pewahyuan ini merubah sikap saya dalam mencoba makanan, menjalankan bisnis, dan membuat pilihan-pilihan dalam hidup.

Sejak sadar hal ini, semua makanan yang ada di laci ‘tidak suka’ di otak saya, saya coba ulang. Pare, terong, oncom, JHENGKHOLLL, adalah makanan-makanan yang akhirnya saya jadi suka sekarang. Ati ampla, walaupun saya sudah paksa coba berkali-kali, masih ga doyan.

Saya jadi orang yang jauh lebih ga bawel. Sikap hati bahwa semua makanan harus saya coba dulu dan coba rasakan ‘enaknya dimana’ – sikap ini luber ke dalam pemikiran bisnis saya juga.

Saya jadi jarang berpikir dan berucap ‘saya tidak suka’, sama sesuatu, seseorang, sebuah tempat, sebuah cara, atau apapun itu: Saya ga suka orang yang berkelakuan begini, kalau orang yang begini pasti begitu, kalau memutuskan beli ini pasti begitu, kalau memilih ini pasti jadinya begitu, dan banyak lagi.

Semua hal-hal yang saya putuskan jauh di masa lampau karena satu-dua pengalaman tidak mengenakkan, saya kaji dan timbang ulang dengan keadaan-keadaan terkini dan pemikiran-pemikiran saya yang sekarang.

Kalaupun saya akhirnya berkata, ‘Maaf, saya tetap tidak suka’, itu karena sebuah pertimbangan yang segar dan bukan diambil dari sebuah laci yang berdebu.

Akhirnya apa?

Akhirnya saya jadi orang yang jauh lebih bijaksana, selalu punya pandangan positif, jarang berprasangka buruk, dan yang paling penting, saya jadi orang yang sangat berani mencoba. Baik dalam hidup, dan terutama, dalam bisnis.

Banyak kesempatan-kesempatan yang saya ambil dan akhirnya berujung baik sekali, karena di awal kesempatan itu saya tidak otomatis serta-merta berkata, “Saya tidak suka.”

Cerita pete ini, literally, merubah hidup saya.

Tapi kita bukan lagi mau pemilihan pete kan? 🙂

Kita lagi mau pemilihan gubernur DKI.

Sekarang coba saya tanya, dengan lembut, pengertian dan penuh cinta kasih 🙂

“Kamu ga suka Pak Ahok kenapa?”

….

….

….

Setelah membaca tulisan puanjaaang saya di atas, semoga kamu bisa menjawab dengan lebih baik 🙂

Kalau jawabannya memang tetap tidak suka, sama seperti saya tidak suka ati ampla sampai sekarang, ya sungguh tidak apa-apa. Itulah demokrasi.

Tapi jika jawabannya diambil dari sebuah laci berdebu di pikiran kamu, berdasarkan satu-dua cerita yang tidak jelas di masa lampau yang diceritakan oleh orang-orang yang punya kepentingan dan agenda, mungkin kali ini, beberapa hari sebelum pilkada, kamu bisa berikan Pak Ahok kesempatan sekali lagi.

Baca lagi rekam jejaknya. Pertimbangkan kenapa begitu banyak orang bisa suka dan mendukung dia. Pikirkan kenapa sampai 70% warga yang disurvey sebelum hiruk-pikuk musim kampanye – suka dan setuju dengan kinerja Pak Ahok.

Harapan kami dari para penyuka pete, uupss, maksudnya Pak Ahok, bahwa kamu bisa mencoba menilai lagi tanpa prasangka, dan berakhir dengan paling tidak setuju bahwa kinerjanya adalah sesuatu yang harus dilanjutkan,  dan memilih untuk mencoblos nomor 2 di 15 Februari mendatang.

*bunyi notification*

“Ko, Bapak sukanya duren. Sama coklat. Kalau pete biasa aja.”

….

Yeee, Pak Ahok…

Antiklimaks…

….

Tapi gini deh,  sekarang saya tanya deh ke Bapak:

Bapak kapan terakhir kali makan pete?

—–

PS: Buat kamu yang dulu ga suka sesuatu, terus jadi suka, yuk berbagi cerita kamu di kolom comments di bawah.
PSS: Karena saran berbagai pihak, gimana kalau filosofi ini kita sebut #FilosofiPete 😀 😀 😀

*PENTING: Sertakan link http://gasukaahok.com jika kalian share this post, baik di FB maupun di Twitter – supaya mereka yang mau membaca tuntas bisa mengikuti post-post lain.

  1. Nice article! ? Dl sy jg ga suka bengkoang, bawaan mo muntah sj… Tp skrg sdh bs makan plus diiringi cocolan bumbu rujak yg pedes. Khusus kelengkeng, sampe skrg msh anti bgt! ✌sweet 4 me…

    1. Hahahha…. kok sama ya..
      Tapi sampe sekarangpun saya masih ogah kalau disodorin bengkoang, sawo sama kelengkeng..
      Tapi kalau kejebak pas di rukang rujak (baca: udah kegigit bengkoang) ya makan aja ??, tapi dikit

  2. Sy jg punya pengalaman yg sama, dulu gak suka dan gak mau makan ati ampela. Tp stlh sy coba, ternyata enak banget….

  3. saya dulu pernah sebel banget sama 1 orang, sebelllll banget sampe rasanya kalo ada di 1 ruangan sama dia pengennya buru-buru pergi. Lama banget sebel sama orang itu walaupun sebenernya dia gak pernah buat salah sama saya. Cuman tingkahnya aja yang kadang suka nyebelin. sampai akhirnya hanya karena sebuah Chat di Yahoo Messenger, a little talk and then booommm I gave myself a second change to know him better. Finally, I fell in love with him. hahahaha. life is so funny. saya teringat nasehat orang tua yg blg kalo “mangkanya jgn terlalu benci nanti malah jatuh cinta”. and yes I did it.

  4. Inspiratif dan begitu adem. Saya jdi inget2 pengalaman yang dulu. Saya paling ga suka dengan roller coaster atau permainan ketinggian lain. Dulu waktu kecil saya pernah jatuh dari pohon saat mau mengambil layangan. Tetapi di suatu LDK di universitas saya diharuskan menyeberangi bangunan dengan bantuan tali. Tingginya sekitar 3 M. Entah kenapa sejak saat itu saya brubah menjadi berani dan tidak takut ketinggian walaupun kadang masih agak merinding di awal. Saya menjadi begitu excited dengan berbagai permainan ketinggian.
    Memang itulah yg hrs kita hadapin saat ini dari yg dulu takut menyuarakan pendapat dan apatis terhadap pemilu sekarang tokoh protagonis dan antagonis di setiap pilkada menjadi begitu mudah terlihat. Entah mengapa juga berita hoax merajalela dan membuat banyak orang mudah tersinggung. Satu hal yang pasti saya yakin kebenaran akan terungkap dan sejauh ini hanya pak Ahok yang tidak berkampanye dengan terus menerus menjelekkan paslon lain. Tapi untuk timsusnya mungkin harus banyak belajar dengan koh edward jangan hanya menjelekkan paslon lain tpi tunjukkan betapa kredibelnya pak Ahok memimpin jakarta. #akhirnyatetapAhok

  5. Terima kasih ko Edward buat pengalamannya terutama tentang pete. Mungkin one day saya akan coba dan siapa tahu trus menyukainya. Nice article! 🙂

  6. Kena batunya ya Ko.
    Sy sering gak suka dengan seseorang hanya karena hal sepeleh. Dulu jaman SMA gak suka sama seseorang yang sombong dan keminter, gaya sik ok fasionable tapi ternyata otaknya kosong. Eh…gak taunya setelah ujian akhir SMA kami bisa barengan daftar disebuah sekoah kedinasan. Dan akhirnya kami bisa akrab dan jadi teman curhat. oh…oh…

    Dan kejadian ini beberapa kali sy temui, jika gak suka sama org pasti ada suatu kejadian atau peristiwa yg membuat sy jd, atau HARUS (tepatnya) berhubungan terus sama org tersebut. Entah untuk urusan belajar maupun pekerjaan.

    Moral of the story, jangan cepet menilai negatif akan seseorang atau sesuatu. Ntar kena batunya lho. Bukankah segala sesuatu selalu punya nilai positif. Ada kekurangan maupun kelebihan.

    As always, nice writing Ko.

  7. saya ga suka pete. padahal belum pernah nyoba. tapi tetep keukeuh ga mau nyobain. mungkin suatu saat nanti, kalo makannya bareng pak ahok mungkin? hahaha..anyway, filosofinya bagus sih. cucok.

  8. Coba dipikirkan kembali !!!!..
    kenapa hanya Pak Ahok ( yg notabene hanya pemilihan Gubernur DKI ),
    tapi sampai dapat perhatian dari seluruh warga indonesia & bahkan dukungan dari hampir seluruh warga Indonesia yg sekarang tinggal, berkerja ato sekolah di luar negri ??????
    jadi semacam dejavu semasa pemilu 2014
    saya yakin semua yg sadar & mau melihat dgn kesadaran penuh, akan tau sapa itu pak Ahok & seperti artikel diatas
    “tinggalkan laci berdebu, buka kembali indera kita & rasakan, maka kamu akan tau kalo ‘pete’ itu sebenarnya sangat enak skali”

    p/s : saya memang suka test semua makanan & saya juga buka warga DKI **peace**

  9. kok sama..dulu beta seng suka pete. sekarang gak ada masalah… krn bini doyan. masa gara2 pete gw libur cipokan ward..?

  10. Saya pernah mengalami itu dengan pare, padahal dulu di kampung orang tua menanam pare, tapi malah suka pare ketika kuliah jauh dari orang tua. Sekarang, kalau makan siomay dan tidak ada pare, mending tidak jadi, hahaha.

    Tapi pengalaman lebih membekas justru terkait istri. Sebelum menikah, istri sangat pilih-pilih makanan, seperti pare, daun pepaya dan terong.
    Dan apa alasannya, ya karena tidak suka saja, tanpa pernah mencoba sendiri. Pahit, bau dan banyak alasan lainnya.

    Setelah menikah, karena permintaan suami, terpaksalah istri memasaknya, bercengkrama dengan pare dan kelompoknya, bersentuhan langsung, merasakan teksturnya, dan.. sekarang, istri malah keranjingan. Bahkan pare dan terong seolah-olah jadi exit policy ketika bingung mau masak apa. Berusaha memasak pare agar tidak hilang pahitnya.

  11. Saya dulu ga suka politik, buat saya ga ada bedanya siapa yg memimpin,semua akan jalan seperti biasa,orang2 teriak anti korupsi,tapi korupsi tetep jalan,anti kolusi,tapi tetep merajalela.
    Apalagi setelah pristiwa ’98, peristiwa yg sebegitu besarnya dan memakan korban sebegitu banyaknya, harapan2 untuk Indonesia berubah koq tidak terlihat. Pemimpin memang berubah,cara berdemokrasinya juga berubah,tapi kulturnya tetap sama KKN.
    Jadi rasanya sama saja siapa pun yg saya pilih,ga ada perubahan yang berarti yang saya rasakan. So… Buat apa perduli politik… Non sense…
    Sampai muncul Jokowi-Ahok dalam perhelatan cagub Jakarta, saya masih belum tertarik berpartisipasi,hanya melihat dan mencoba menilai dari kejauhan, mereka menang dan menunjukan kinerja yang luar biasa untuk Jakarta…
    Akhirnya di pilpres 2014,saya mencoba untuk lebih perduli, saya bersama suami dan beberapa teman berpartisipasi sebagai relawan Jokowi di daerah saya.
    Wow… Sama seperti nikmatnya pete buat Bro Edward, ternyata saya juga merasakan kenikmatan yang sama saat mencoba perduli politik. 🙂

  12. Selesai baca, suami langsung comment “kayak kamu”. Memang benar, banyak sekali makanan yang dulu sebelum menikah tidak saya sentuh dengan berbagai alasan. Ada yang karena trauma muntah-muntah karena makanan tersebut, ada yang karena baunya menyengat, ada yang karena teksturnya menurut saya geli, dan berbagai alasan lain.

    Daftar makanan yang sudah saya beri kesempatan kedua ini misalnya kerang-kerangan, daun kemangi, dan bawang-bawangan. Saya ingat dulu kalau pesan bakmi lupa minta tanpa bawang, saya akan dengan sabar memisahkan bawangnya. Yang tidak sabar adalah suami. “Keburu aku selesai makan” katanya. Seiring waktu, saya beranikan mencoba makanan-makanan tersebut (karena kadang terlalu picky jadi diocehi suami), memang benar, kadang kita jadi punya penilaian berbeda setelahnya.

    Tapi sama seperti Edward, saya telah memberi kesempatan kedua, ketiga, dan entah ke berapa kalinya kepada ati ampela, ternyata memang tetap tidak suka.

  13. Goresan pena yg ok n jd cermin n saringan menjelang pilkada…dl kecil gk suka pare n daun pepaya n obat chinese coz pahitt(lbh suka permen enak n manis dikunyah SAAT ITU tp gk bagus utk MASA DEPAN gigi n dalaman badan)..tp ma2 wajibkan makan so makan loo coz percy ma2 yg mengasihi anaknya n pasti mo yg the best utk anaknya..setlh makin lama jd suka pare n daun pepaya n malah ikutin jejak alm ma2 kl adik gk mo mkn pare n sebangsanya yg pahit (kasi petuah)..smpe now, pare n sebgsanya tdk dimusuhi lagi..lbh baik yg pahit di dpn tp di dlmnya penuh kebaikan drpd depan manis n enak n rasakan ntr di depan.. Dlm wkt n tempat, kt diproses kemurnian n ketulusan kt saat berhadapan dgn kuasa, harta, perut n “muka”

  14. Saya dulu nggak suka ikan. Konon katanya semenjak dalam perut ibu, setiap ibu cium bau ikan beliau langsung mual.. Begitu juga ketika saya menyusu, saya langsung muntah ketika ibu menyusui saya setelah beliau makan ikan.

    Sampai akhirnya saya tergoda makan ikan bakar di pulau, yang langsung dibakar setelah ditangkap. Ternyata tanpa bumbu, tanpa penyedap, daging ikan laut segar itu enak sekali.

  15. Hmm..saya gak suka pete. Eh bukan gak suka sih, tapi gak tau suka apa gak. Karena gak mau nyoba. Kenapa gak mau nyoba? Karena takut suka. Takut doyan. Karena baunya. Walopun katanya antioksidannya tinggi, tetep gak mau nyoba. Karena takut suka.

    Nah, kayaknya banyak orang yg gak suka pak ahok yg alasannya sama kayak saya terhadap pete. Gak mau nyoba cari tau kinerja n pribadi beliau karena takutnya nanti jatuh cinta. Takut jatuh cinta dengan alasan pak ahok itu kan……(saya males ngisinya, gak jauh2 dari SARA soalnya. KZL). Walopun rekam jejak pak ahok bagus, pribadinya baik, dll. Gak peduli mereka, karena mereka takut jatuh cinta.

    Duh gak bersyukur banget ya ‘orang-orang’ itu ngeliat jakarta sekarang. Belum bebas banjir sih, tapi mending banjir sejam kan dari pada berhari2?

    Nah yg saya dulu anggap sebelah mata tuh singkong koh. Setelah umur segini gede ya, ternyata saya cinta banget sama singkong. Dan segala macam makanan yg terbuat dari singkong, ya umbinya atau daunnya. Manis maupun gurih. Sukak.

    Keep writing ya koh, cakep2 tulisannya ?

  16. Nice writing!
    Dulu sy tdk suka makan soto, pikirku apaan nih dagingnya dikit, airnya banyak bangetttt ??.
    Tpi lama kelamaan ngeliat temen2 yg doyan banget, akhirnya nyoba jg dipakein jeruk yg banyak spy lbh segerr…dan skrg sy benar2 penikmat soto ???

  17. Strawberi!
    Mau dijus atau dimakan langsung saya tidak suka. Bahkan roti atau kudapan yg mengandung strawberi pun saya ogah. Sebenarnya, saya tidak suka semua yang asam. Dan, strawberry masuk dalam jajaran buah yg asam itu. Bertahun-tahun sy tidak pernah makan buah itu sampai tahun lalu saya ke Perth & makan strawberi. Iya, sy makan itu karena harga jualnya sdg murah :))) Saya tanggalkan harga diri & beli strawberi yg hampir sebesar telapak tangan saya.

    Manis, krenyes-krenyes, & jauh dari kesan asam yg saya bayangkan. Sebenarnya sih masih asam juga. Hanya tidak seasam judgment yg saya berikan selama ini!

    Akhirnya sekarang saya makan strawberi. Strawberi di Indonesia lebih asam. Namun sekarang saya bersedia membuka diri & menerima rasanya.

  18. #FilosofiPete
    Sama Ko, dulu aku juga benci pete, JHENGKHOLL, dyurain, dan pare.
    Semua itu aku simpan dalam laci benci, sampai akhirnya dulu sekolah di asrama, gak mungkin kan gak makan?
    Dengan sedikit “terpaksa” karena tidak ada pilihan lain aku makan, dan sekarang aku suka banget ama pete dan pare. Aku uda bisa makan Dyurain (re: duren).
    Memang terkadang kita harus terpaksa dahulu, karena sudah tidak ada pilihan, termasuk saat ini aku pikir pilihannya cuma nomor 2, meskipun calonnya ada tiga.

  19. duluuu waktu kecil ga suka sama caisim (sawi hijau). Apalagi kalau mama masak mie instan dikasih caisim. Bikin mienya jadi pahit aja. Setelah Kuliah dan kos, sering ketemu sama warteg, bahkan sekarang makan sayur caisim lauknya nasi..

  20. Ngomong2 soal pete, jadi ingat keluarga istri yg di hongkong. Waktu istri liburan ke hongkong keluarga nya minta di bawain oleh2 pete. Wkkwkwkww. Hidup Pete….

  21. Tapi koh… terus ujungnya ditanya gini : “agama kamu apa? Kitab suci dilawan.” Bubyar koh bubyar???
    Intinya lihat kebih dekat koh kalo kata Sherina. Dan kau bisa menilai, lebih bijaksana. ?? nice thought koh.

  22. Hidup Pete … positif thingking utk bisa melihat, menikmati pete wkqkwk so the same as if you see to Mr. Ahok

  23. Tulisan Ko Ed selalu enak dibaca dan nampol ending-nya. Makan pete apelagi jengkol untuk keluarga Jawa seperti saya adalah a Big No, khususnya Alm bokap, ga pernah kasih ijin nyokap dan anak-anaknya mengkonsumsi pete dan jengkol. Turun derajat, bisa runtuh martabat, he he he…, tapi sekarang kami berenam yang sudah tua-tua ini kalau ngumpul di rumah nyokap pasti ada aja yang bawa masakan pete dan jengkol. Seru rasanya ngegelar makan bareng berlauk pete rebus dan balado jengkol. Seperti biasa, nyokap cuma bisa teriak-teriak panik, “aku ga pernah ajarin makan begituaaaannn”. Seakan minta maaf ke Alm bokap??. FYI kami sekeluarga pilih nomer 2, jelas. Untuk Jakarta yang lebih kece!

  24. Saya dulu ga makan babi, karena teringat babi panggang yang sudah setengah dikuliti tergantung di etalase rumah makan dan ada lalat-lalatnya.

    Lalu mama mertua saya (dulu sih masih pacaran sama anaknya), menyajikan nasi goreng babi masakan sendiri. Mama belum tau bahwa saya ga suka babi. Alhasil saya makan aja.. Dan sekarang saya suka aja dengan babi. Tadi siang baru makan nasi campur Asan, malah..

    Hehe..

  25. Hai, Ko!

    Aku baru beberapa hari ini tau seorang “Edward Suhadi” itu siapa, gara-gara twitter. Pas liat foto profil koko, “Ohh.. yang ini toh orangnya!” Kayak pernah liat, tapi lupa siapa. Ternyata salah satu pemeran di film ‘Cek Toko Sebelah’ yang dikit-dikit makan Cakwe. Hahaha. Omong-omong, ini film berkesan banget lho karena ini film pertama yang aku tonton bareng mama di Bioskop. 😀

    Aku ini termasuk orang yang sering pilih-pilih makanan. Tapi ada beberapa sayur (atau buah yaa?) yang dulu aku nggak doyan, sekarang aku doyan : Tomat, Buncis, Nangka. Tapi ada juga yang waktu kecil aku makan (biasa aja tapi, nggak doyan juga), sekarang aku nggak mau makan : Durian, Pete. Kebalikan dari koko. Haha. Dua-duanya aku nggak mau makan, karena aku nggak suka baunya. Makan olahan duriannya aja aku nggak suka, nyium baunya juga bikin puyeng.

    Kalo daging-daging aneh (kayak ular, kadal, biawak, buaya) aku nggak mau cobain karena menurutku hewan-hewan itu tdk untuk dimakan.

    Nah, kalo Pak Ahok itu menurut saya mungkin ibarat makanan yang tidak berani orang coba makan karena ada larangan untuk memakannya. Jadi jangankan mencicip makanan tersebut, mengenalnya saja sudah ogah. Menurut koko, kalo sudah begini bagaimana? 😀

    Btw, ditunggu postingan berikutnya ko. ^^

  26. Duluuuuu saya juga tidak suka pare dan daun seledri. Kalau mama masak sayur pare atau sop ad seledrinyaa saya suka marah2. Tapi saya sering coba , sampe sekarang jadi suka…. segala sesuatu yang tidak prinsip bisa berubah kok. … thx

  27. Hi namaku sisca.
    Waktu kecil aku sempat agak suka ikan lele.. Bukan ikan “anu” loh… ??
    Lalu saat kelas 5 sd, mainlah aku ke tempat temanku. Jaman dulu itu masih banyak kakus yang di atas empang.
    Alhasil saat saya berkebutuhan bab, saya terpaksa pakailah jamban itu. OMG saat itu banyak sekali ikan lele yang berkeliaran di bawah dan mereka begitu ganas.. ??
    Jadilah saya orang yang gilani kalau liat ikan lele…

    Lalu saat kuli di jogja, dimana2 pasti ketemu pecel lele atau pecel ayam ato tempe penyet dsb. Semua temanku doyannnn banget yg namanya pecel lele itu. Seringnya liat temen makan tuh lele, jadilah penasaran juga meski masih agak geli…
    Tapi aku sugesti diriku dengan bilang dalam hati, kalau di jogja pasti lelenya lebih baik dikasih makannya… #padahalmanatahujugasih…

    Akhirnya aku coba lagi. Kebetulan yg bikin gorengnya kering banget, en pas dimakan ternyata rasanya uenakkk bangetzz… #meskisuapanpertamamasihagakgeli

    Jadilah saya salah seorang pecinta pecel lele… ??

    Life is not always just like what you think…
    There’s many layers in life..
    Whether it’s the human or things that we face..
    Be an open minded person, then you may be happier than you’re right now…

  28. Duren Ko…

    Dulu saya waktu kecil gak suka duren.
    Pertama dari baunya, nyoba dikit gak suka, ortu bilang “waaah ini makanan enak loh kamu gak suka”.
    Sampai suatu saat saya penasaran, nyoba, dan entah kenapa saya suka. Semakin dewasa saya menyadari waktu masih kecil syaraf2 indera perasa kita belum sempurna, sehingga belum mampu mengenali komponen rasa dan yang terdeteksi adalah rasa yang gak enak.
    Butuh waktu sampe kita ” sempurna” dalam mengenali sesuatu dan memutuskan kita suka atau gak suka sesuatu. Jadi harus sabar dan gak boleh pake sumbu pendek hahaha.

  29. Kalo saya waktu kecil ngga mau makan sayur. Segala jenis sayur. Saya bilang ke ayah mama sayur itu rasa rumput *padal nggatau rasa rumput gimana hahah* sampe suatu hari pas udah kuliah, saya sakit dan mau gamau harus rajin makan sayur. Awalnya makannya enggan tapi lama-lama ternyata enak juga hahah sekarang saya selalu makan sayur dan ga pernah lagi ogah2an cobain olahan sayur yang belum pernah dimakan. Sekarang kalo makan harus ada sayurnya ??

  30. Memang.Bos satu ini paling jago bikin perumpamaan. Kenaaaa cuiiii..

    Dulu aku ga suka pare… Paitttt… Tapi adekku suka banget pare… Singkat cerita, dicoba pait, cb lagi pait.. Lama2, pait itu enak.juga hahahah… Sekarang jadi doyan banget sama.pare…

    Hidup pare..
    Eh
    Hidup ahokkkkk….

  31. Dulu waktu kecil saya gak suka jengkol karena pait, bau, keras- pernah nyobain di tetangga dan ibu nya sepertinya kurang pintar masak jengkol. Semua terekam di pikiran alam bawah sadar. Kalo di tawarin jengkol pasti dengan segera saya nolak karena gak enak, pait, keras. Tapi beberapa bulan lalu saya coba jengkol di semur. Kok enak ya, enaaaak banget, gak kalah rasanya seperti daging. Empuk, legit dan berasa rendang banget.

  32. Saya awalnya ga suka pete, pare, jengkol, ati ayam.
    Belakangan saya baru sadar, pare ada di setiap gado-gado yg saya makan dan rasanya tidak sepahit yg saya rasakan.
    Ati ayam pun mulai bisa saya makan, jika ada di sambel goreng ati. Sementara pete, jika sudah tergigit saat makan nasi goreng atau di sayur ketupat, ya sudah saya telan sekalian.
    Hanya jengkol yang masih BIG NO buat saya.
    Saya bukan warga DKI dan sangat iri kepada warga DKI. Mereka beruntung punya gubernur seperti Ahok.

  33. Sama… dulu zaman SD itu gk suka sama sekali dengan pete… tp setelah tau manfaatnya. Dan juga setelah dicoba dengan masak or olahan yg sangat menarik tahu goreng dipotong dadu, dicampur udang tumis, dimasak denga cabe,… Rasanya Maknyussss. Meski pete digoreng polos pun sekarang doyan.

    ADA LAGI “sayu Pare” itu yg dl sama sekali gk pernah saya sentuh.. apaan pahit banget… tp sekarang stlh dicoba. Enak juga ternyata. Apalagi Pare isi daging cincang…

    btw, tulisannya bagus ko. Ada pesan. Jangan takut Makan. Loh! Wkwk. GBU

  34. Pengalaman anda sama dengan saya, dari dulu saya gk suka pete. Sampai suatu hari di tempat makan pecel ayam lele, teman saya yg penggila pete suruh saya cobain pete. Awalnya saya gk mau, tapi kata dia coba dulu. Akhirnya saya makan satu biji, sensasinya sama seperti yang anda pikirkan. Renyahnya, gurihnya, baunya yang membuat otak saya seketika langsung suka. Saya lagi berusaha untuk suka alpukat sekarang, dan semoga suatu saat duren. Hahaha

  35. Nice writing edward..
    Dulu sy ga suka segala macam keluarga bawang… dari bawang goreng..bawang putih.. daun bawang..bawang bombay..
    Dai kecil.. makan trus bleh..ga enak..

    Tp stlh berpuluh2 tahun..kira2, 2tahun lalu.. sy mencoba lagi.. kaya kasus edward.. smua pada blg iihh bwg grg enak.. wedew bawang grg kasih di nasi enak bener.. trus bwg putih makan pake bbq daging korea lol..
    Akhirnya.. skrg sy makan smua bawang hhahahaha bener kt org.. ennnaaakkk hahahhaaa
    Malah skrg bisa makan bwg putih mentah bersama daging bbq korea tambah nikmat.. (jd laper skrg nehhh) hahahahaa…
    Istilahnya theres must be something about it that sooooo many people said it really goooooddddd…

  36. Saya tetap tidak suka sambal dan makanan2 yg pedas. Terakhir makan sambal/serba pedas 4 hari yang lalu dan tetap tidak suka. Lebih tepatnya tidak tahan sih ?
    Tapi kalo terpaksa (karena tak ada pilihan lain) ya tetap dimakan. Just because you don’t like something, it doesn’t mean you gotta avoid it forever ?

  37. Nice article. Nice philosophy. Bravo n may God bless Ahok.
    Gw dulu sangat ga suka ati, ga tahan bau n teksturnya. Kalo makan sambal ati (isi ati n ampla), yg dmakan cm ampla, haha, sampe2 nyokap ganti ‘sambal ati’ jd isinya ampla n udang, hehe. Tapi, (sayangnya) lupa sejak kapan/gmana, skr suka ati. Mo dimasak sop, sambal, goreng, anyhow, I like it 🙂

  38. Wah gue udh bookmark webnya ko Edward dari kmrn2,untung inget buat baca dan seperti yg gue duga, tulisannya emg Ok punya, nyata, dan gue pun sepaham sama tulisan2nya,
    Tp buat gue pak Ahok bukan Pete, pak Ahok itu tahu bulat, yg dari awal kemunculannya sampai sekarang gue tetep suka, walaupun banyak berita miring tentang hal tsb.
    Btw thx buat tulisannya ko, keren.
    I’ll spread it to the people . Biar pada Melek.

  39. Saaayyyyyaaaaaaaaa!!!! Saya dulu paling benci daun ketumbar yang biasa ada diatas masakan2 chinese gituh. Duh baunyaaaa sengirnyaaaa dll dll … tapi saya memutuskan untuk kasih kesempatan kedua ketiga dan sekarang malah kalo ada masakan yg ada daun ketumbarnya langsung saya saut duluan sebelum keduluan haha…. dan yessssss dari hal kecil dengan memberi kesempatan kedua ketiga akhirnyaaaaa saya sekaran pada tahap suka banget mencoba almost anything ! Hidup Filosofi Pete! #eh

  40. SUPER SETUJU.
    Dulu saya ga sukanya daun yamsui. Apa sih bhs indonya? Yang katanya bau, banyak banget masakan Thai yg pake daun itu. Kayaknya peterselli deh.
    Nah karena bokap anti yamsui garis keras, maka d rumah ga pernah muncul dan kalo di restoran disingkir-singkirin.

    And the most relatable context dengan pilkada ini adalah: I even hate yamsui BEFORE I tasted it. That was just my father’s opinion yang mendoktriniasi so I have this conclusion of hating yamsui.

    Sampe suatu hari seorang teman bilang:
    “Waah aku kalo ada si X (temen lain penggila yamsui) bisa berebutan nih!”
    Well HERAN banget sih knapa berebutan.
    Akhirnya setelah coba beberapa gigitan dicampur pek cam kee berkuah minyak goreng bawang putih, ya rasanya suegherrr kaya syurga. Minty and fresh.

    Then in the corner of my mind, saya berjanji untuk berusaha coba sebelum menentukan. Cari tau sebelum memutuskan sesuatu. Memastikan sendiri kebenaran dibandingkan cuma dengerin orang.
    Kalo nyuri tag line iklan Frozz jaman dulu:
    “Gak semua yang lo denger itu bener!”

    Bahkan setelah dikulik lebih dalam, khasiatnya bagus banget buat ginjal, sendi, sampe jantung. Seperti halnya pete, bikin lancar pencernaan.

    Semoga makin banyak org mau buka pikiran, sadar, peduli sama Jakarta dan ga gampang percaya kebohongan ya ko.

    #gue2

  41. Barusan aja saya lunch nasi pake pete…Enak banget! Pete nya gendut, crispy, tidak berulet, pas dibuka dari tempat bekal wanginya harum, yum bgt deh!…Lebih yum dari Rawon 😛
    Herannya sama pete, mau dibawain sebanyak apapun di bekel tetep aja rasanya kurang dan risih kalo gag diabisin. Makanya sy paling gag bisa kontrol makan nasi kalo sambil makan pete. Bayangkan, 1 pete, 1 suap nasi…gendut lah gw hahaha…!
    Saya mau share sedikit nih Ward hobi nya keluarga gw makan pete pake nasi gimana….
    Ambil mangkuk, campurkan kecap asin + cuka + cabe rawit dipotong kecil-kecil…terus aduk-aduk ke nasi hangat , taburkan pete nya aduk lagi….atau boleh pete di celup ke kecap asin tersebut diatas dimakan pake nasi + kerupuk aci putih..dijamin deh nambah lagi nambah lagi…jadi tanpa lauk pun gitu aja nikmat…

    Atau saya hobi makan pete + nasi hangat+ sambel warung doyong + ayam dan serundengnya….udah deh gag bisa berhenti !

    Ditunggu tulisan hari ini ya..tiap hari menanti Edward mau tulis apa hari ini hehehe….

  42. Pertama kali kenal sama buah Melon, pas banget gue lagi ga fit (baca:masuk angin); akhirnya malam setelah gw makan melon, gw muntah-muntah. Dan tentunya after taste setelah gw jackpot itu adalah melon sebagai hidangan terakhir yang ada di perut. Sejak itu gw ga mau lagi makan melon karena menurut gw, its either melon itu penyebab gw muntah atau rasanya yang kayak itu.

    Sorry ya.. ceritanya agak jorok. Kekeke…

    Berpuluh-puluh tahun kemudian gw nikah sama lelaki yang punya buah favorit, melloonn!!!

    To make story short, akhirnya gw berdamai dengan si melon setelah berulang kali harus menghabiskan melon yang sudah keburu dibeli tapi ga kunjung dimakan sang suami. Biasalah ibi rumah tangga, ga boleh mubazir.

    Loving all of your writing!!! New fan here!

  43. Sejujurnya, saya g suka ikan. Bukan semua ikan, tapi beberapa ikan yang saya simpan di laci pikiran saya. Ikan tongkol, ikan kembung, ikan lele, dan ikan air tawar yang banyak durinya. Saya tidak suka yang dari laut karena baunya. Walau harumnya semerbak saat digoreng, tapi begitu tersaji di depan mata, hidung saya serasa berontak. Saya sudah coba makan, tapi, masih tidak suka. Ikan lele, lebih karena cerita-cerita sih. Kotor lah. Apa lah. Belum saya coba makan. Mungkin nanti akan saya coba. Untuk ikan air tawar, saya pernah keselek durinya, ketusuk langit-langit mulut saya. Ini kesalahan saya. Sampai sekarang belum menguasai cara jitu makan ikan air tawar. Solusinya sudah ketemu untuk yang ini. Goreng crispy! Jadi durinya juga bisa dimakan ????

  44. Saya dulu menghindari satu area di bidang ilmu saya, yaitu soal remaja. Mnrtku ngobrol sama remaja itu nyebelin, mereka suka seenaknya, sulit diatur, ga mau dengerin org lain… Sampai suatu saat saya ikut pelatihan yg sangat trampil bekerja dengan remaja…sjk saat itu hal-hal yang baik dan segala keuntungan kl membantu mereka di usaia mudanya itu..jadi semakin jelas..dan semakin terasa penting…
    Tp tetep ga suka pete.

Comments are closed.