folder Filed in Uncategorized
Kapan Mengisi, Kapan Memakai
Edward Suhadi comment 13 Comments

Di hari-hari kamu, sering merasa lelah kah?

Sepertinya sayu menjalani hari, bahkan ketika jam makan siang belum datang pun rasanya sudah habis energi.

Tugas jadi berat sekali untuk diselesaikan, dan sering menarik napas panjang ketika mau mulai melakukan sesuatu.

(Kenal orang yang seperti itu kan? Si penarik napas panjang 🙂 )

Akhirnya apa? Hasil dari usaha-usaha kita jadi tumpul, pekerjaan juga hanya sekenanya. Kaki harus diseret-seret untuk bisa sampai di penghujung hari.

Setiap hal yang kita lakukan, perlu energi.

Energi yang saya maksud di sini: Semangat, optimisme, keingin-tahuan, kecerdasan berpikir, mood yang baik, rasa penasaran, ketangguhan, niat baik, dan prasangka baik.

Buset, asik banget kalau setiap hari energi kita penuh. Betul ga?

Saya sering bilang ke anak-anak kantor saya, bahwa energi kita tersimpan seperti daya dalam sebuah baterai di hape.

Ketika dipakai akan perlahan habis, dan selalu perlu chargeran untuk mengisinya kembali.

Alasan energi kita selalu rendah, adalah karena kita seringkali mengisi dan menggunakan energi kita di tempat salah dan dengan cara yang salah.

Semua orang setuju jika rumah, pasangan dan keluarga, memang sudah seharusnya menjadi tempat charge kita mengisi baterai kita. (Well, banyak juga yang rumahnya adalah tempat menghabiskan baterai paling boros, tapi mari kita bahas di tulisan lain.)

Tapi buat saya, saya percaya bahwa tempat kerja juga bisa jadi tempat kita mencharge baterai kita.

He? Kok bisa?

Bisa, kalau kamu punya tempat kerja yang jelas visi dan misinya, punya budaya yang kuat, membantu kamu tumbuh, dan yang paling penting, minim dari office politics.

Lalu, kapan baterai saya ini dipakai? Masa ngecharge melulu?

Baterai kita dipakai ketika kita berkarya.

Ketika kita memberikan nilai/value yang diharapkan klien atau pelanggan.

Melakukan meeting yang tajam, efisien dan jernih. Brainstorming bersama team. Menyusun konsep. Mencari kesederhanaan dalam keruwetan. Membentuk pilihan solusi-solusi. Memproduksi, baik itu produk dan barang, disain, film, website, event, strategi, spreadsheets, atau laporan analisa.

Di sinilah harusnya energi di baterai kita dipakai: The actual work.

Banyak kantor sarat dengan kepemimpinan dan budaya yang buruk, yang akhirnya menjadi tempat beranak-pinak office politics yang sangat-sangat melelahkan.

Instead of spending precious energy doing the actual battles on the field and winning victories for the clients, we spend it trying not to die, getting back-stabbed in our own castle.

Saya jadi sadar ini ketika kemarin kantor saya outing, di sebuah sesi pagi, ada beberapa anggota tim yang bercerita sambil berderai air mata tentang kantor mereka dulu.

Habis energi mereka karena tekanan, kekhawatiran, kebencian dan menanggung malu, baik karena rekan kerjanya, atau karena dimaki-maki oleh bos mereka di depan semua orang.

Baterai kosong, padahal kerja pun belum.

Akhirnya merembet kemana-mana, yang pasti ke kualitas pekerjaan mereka, dan juga ke kehidupan pribadi mereka.

Kalau saya.

Saya percaya berhasil atau gagalnya sesuatu berhasil hanya karena satu hal: Kepemimpinan.

Bahasa inggrisnya diingetnya lebih enak: “Everything rises and falls on leadership.”

Saya pernah menulis tentang ini di sini: “Semua Salah Kamu.”

Pemimpin berbeda sekali dengan jabatan. Jadi walaupun titel kamu bukan ‘head of x’ di kantormu, tapi kamu bisa kapan saja, dengan segera, menjadi pemimpin.

Oleh karena itu.

Kamu harus selalu berusaha membuat kantor kamu menjadi tempat ngecharge.

Baik lingkungan secara fisik, interaksi dan birokrasi, dan juga suasana dan budaya yang ada.

Jadikan kantormu tempat berkomunikasi yang baik, tempat orang bisa melakukan kesalahan, tempat orang didukung, tempat orang bisa berkata jujur, tempat orang diberikan kesempatan.

Kalau buat saya, kantor harus-harus jadi tempat ngecharge.

Sehingga ketika anak-anak berpikir keras mikirin konsep, keluar bertemu klien atau memproduksi pekerjaan, baterai mereka penuh, energi mereka dipakai buat beneran berkarya, dan hasilnya memuaskan, jumlahnya banyak, dan kualitasnya bagus.

Ada empat tugas utama seorang pemimpin yang baik:

  1. SEE a vision
  2. BUILD the team that’s perfect for that vision
  3. SHOW them that vision
  4. HELP them reach that vision

Itu aja. Diulang-ulang dan diputer-puter. Kalau kamu pemimpin, tugas utama kamu cuma ngerjain empat hal ini.

Kita bahas poin-poin 1-3 di kesempatan yang lain, tapi tulisan kali ini tentang poin nomor 4: Bantu tim kita mencapai tujuan mereka.

Bantu, bukan nyusahin.

Charge, bukan ngabisin.

  1. Ko Edward, aku rasanya pengen minta HRD undang koko untuk jadi pembicara seminar gitu relating these topics di kantor aku hahaha.

  2. Dapet notif email dari Blog Ko Hadi, terus scroll ke bawah abis baca post terbaru “Mendingan Gua..”,

    kebetulan emang lagi fase down banget dikantor, kemudian baca tulisan ” Kapan Mengisi, Kapan Memakai “, rasanya semacam ” Aaaaakkk.. ini bener bangetttt…”

    Terus pengen gitu ngasih link share – an blog ini ke beberapa orang kantornya langsung agar mereka bisa terbuka pemikirannya soal budaya kantor yg memburuk. ??? tapi resikonya terlalu berat, jadi ujung2 nya link tulisan ini di share di medsos pribadi ajah..( wkwkkwk… semoga someday tulisan ini sampai kebaca oleh orang-orang tersebut, *ngarep… )

    Btw, makasih Ko Hadi tulisannya..
    Sungguh sangat mencerahkan dan menenangkan untuk jiwa jiwa karyawan yang sedang dilanda resah macem eijk…

  3. office politics!? bgst emg klo denger kata itu .. bikin lelah seblum bekerja , start di mulai dengan presure baik dr atas maupun level horizontal ..

    main sikut karena dunia mereka terlalu sempit

    thanks ko buat materihidup,inspiring buat gue dan sindiran buat org yg rada aoban di budaya kantor yg rusak

Comments are closed.