Saya sering dengar orang-orang menggerutu bahwa masalah tidak henti-hentinya datang di pekerjaannya.
“Baru aja kelar yang satu, eh dateng lagi yang satu. Kagak ada habisnya!”
Seringkali saya bertanya lembut ke mereka, “Ya udah, kalau gitu, kerja yang kayak gimana kamu maunya?”
Jawaban yang sering saya dengar kerapkali membuat saya tersenyum.
Mereka yang sedang berbicara pun setelah mendengar suara dirinya sendiri meluap-luap menjawab, sering juga akhirnya menutup kalimatnya dengan pelan tersipu malu.
Seakan-akan mendengar ulang rekaman suaranya sendiri dan terheran-heran akan kalimat-kalimat yang diucap:
“Kerjanya enak! Gaji gede! Fasilitas lengkap! Semuanya lancar! Bos ga pernah marah! Teman kerja nggak pernah rese! Project ga pernah ada masalah! Klien baik! Ga pernah ada revisi!”
…
(krik…krik…krik….)
…
Well, mungkin aja sih ada kerjaan kayak gitu. Kalau kamu anaknya Bill Gates dan lagi dibuatin perusahaan main-mainan dengan klien dan proyek main-mainan. “Bikin dia seneng dah pokoknya” tertera di berita transfer 100 M dari Papa Bill.
Sayangnya barusan saya cek di wikipedia, Bill Gates anaknya 3 dan mereka semua bukan kamu 😀
Sebetulnya cukup sederhana.
Kenapa kita dibayar? Kenapa ada orang mau bayar kita?
Satu hal dan hanya satu hal itu aja: Karena kita bisa memecahkan masalah.
Nilai kita, ada di kecakapan kita memecahkan masalah.
Semakin banyak, pelik, ruwet dan beresiko tinggi masalah-masalah yang bisa kita pecahkan, semakin tinggi nilai kita. Begitu juga sebaliknya.
Seperti saya bilang, cukup sederhana.
Apapun itu. Masalah sales anjlok kek, masalah finance bobrok kek, masalah hasil shooting butut kek, masalah script basi kek, masalah editing nggak kena kek, masalah kepemimpinan loyo kek, masalah kualitas produk jelek kek, apapun itu, kita dibayar orang (atau klien jika kamu perusahaan/entrepeneur), karena kemampuan kita memecahkan masalah.
Lah kalau nggak ada masalah untuk kita pecahkan, lalu, ngapain orang bayar kita?
Krik…krik…krik…
Logika sederhana ini yang sering luput dari pemikiran kita, tenggelam dalam geramnya melayani klien bawel atau capeknya mengurus tetek-bengek sebuah proyek. I know, I know.
Tapi layangkan pandang sejenak ke orang-orang yang kalian lihat ‘sukses’: berkarir baik, sepertinya gajinya oke, dan disayang bos/klien – baik mereka yang pengusaha ataupun mereka yang karyawan.
Bukannya mereka semua ini piawai dalam memecahkan masalah?
Apalagi kalau memecahkan masalahnya dengan mulut tertutup rapat, karena dia merasa seluruh dunia tidak harus tau perjuangan yang sedang dia lalui. Wuih ini jenis langka banget 🙂
Masalah dalam bekerja, itu adalah sebuah keniscayaan. Sebuah ke-tak-terelakkan.
Nah sebuah catatan penting.
Masalah pun ada banyak jenis. Tidak semua masalah itu sama.
Masalah karena bos brengsek, karena kultur kantor yang saling tikam, karena deretan klien yang toxic, karena nilai perusahaan yang bobrok, itu beda. Itu masalah yang layak kamu keluhkan dan layak kamu pikirkan cara meninggalkannya. (Coba baca ini deh)
Tapi masalah karena sedang menggeliat bertumbuh? Masalah karena menginjakkan kaki di teritori baru? Masalah karena faktor eksternal yang kita tidak bisa kendalikan? Masalah karena yang namanya manusia jika berkumpul dalam jumlah banyak pasti ada gesekan? Akan selalu ada.
Saya juga suka letih, melihat masalah datang bertubi. Layaknya event-event dalam kalender saya, mereka sudah berbaris menunggu jadwal temu.
Kadang saya menghela napas. Kadang saya juga pingin mengumpat.
Tapi lalu saya ingat. “Lah, kan makanya elu dibayar. Gimana sih?” Lalu saya dijitak oleh diri saya sendiri.
(“Tapi dibayarnya nggak sepadan nih!” Baca ini deh.)
🙂
Boleh gak saya tawarkan sebuah cara pandang baru melihat masalah dalam pekerjaan?
Jikalau perjalanan karirmu ibaratnya sebuah jalan panjang dan masalah-masalah (sehat) adalah lubang-lubang menganga dan tumpukan batu dan pohon tumbang di sepanjang jalan itu,
jangan melihat dirimu sebagai pengemudi sebuah mobil yang mau pelesiran dan bersenang-senang, namun rintangan-rintangan jahanam ini mengganggu dan bikin repot dan bikin kesal.
Tapi lihatlah dirimu sebagai sebuah crew perbaikan jalan.
Dirimu ganteng dengan rompi glow in the dark dan hardhat menyala. Cantik dengan jeans kerjamu. Pasukanmu lengkap dengan bulldoser, excavator, truk aspal dan steam rollernya. Sibuk menambal lubang, menyingkirkan bebatuan, dam menghilangkan halangan-halangan. Semakin kamu memperbaiki dan menambal, semakin maju kamu di jalanan itu.
Kamu memakai ID card di dadamu. Tercetak muka kamu nyengir bahagia sambil mengacungkan jempol, lengkap dengan namamu.
Di bawahnya, tertulis jabatanmu:
Spesialis Perbaikan dan Pembuka Jalan, garis miring, Pemecah Masalah.
*Edward Suhadi adalah creative director Ceritera, sebuah storytelling agency di Jakarta.
Inspiring !!!!
Great idea for new staff interview today.
Thanks a lot Koh Edward.
18102018
Sangat bagus.inspirasi saya sbg ibu rt.tdk hrs banyak mengeluh
Terima kasih Yudi! Good luck for the interview.
nah ini, milah mana masalah sehat mana masalah yang tidak sehat.
dan reaksi terhadap masalah, kadang sama aja, kesel duluan
And love it.
Senyum lebar di id card.
Inget lagi alasan “kerja ditempat ini”
Spesialis perbaikan dan pembuka jalan. Pandangan yang keren. Saya tidak bekerja di perusahaan atau berwirausaha tapi tulisannya membuat saya sadar diri untuk belajar menerima masalah dalam pekerjaan, ?
baik,
semacam tepukan halus buat yang suka terlena sama keluh kesah tiada henti dan ga tau mau dibuang kemana
semangat!
Happiness comes from solving problems
Duh…ketampar nih sama tulisan ini.
Thanks for the lesson, koh.
Gbu
Wah baca ini rasanya seperti disadarkan, karena selama ini memang saya mengeluh terus dan tak sempat melihat makna dibalik semua masalah yang bertubi-tubi itu.
Salah satu mimpi saya (dan semoga terwujud) adalah bisa bertemu langsung dengan Ko Edward di sebuah acara diskusi yg santai dg pembahasan ttg banyak hal dalam hidup ini yg menarik untuk diulik. Saya jauh dari Jakarta, tapi saya bisa merasakan energi positif dan ketulusan Ko Edward melalui catatan-catatannya. Terimakasih sudah berbagai, terimakasih sudah menitipkan rasa pada kata.
Tambah lagi donk Koh lanjutannya :
Ketika kita sudah berusaha semaksimal kemampuan kita, namun tetap dicari celah celanya…
Harus berhenti atau dijalani sampai kapan?
Again…bagus om Edward?
Bukan kebetulan yah saya baca tulisan koko ini, thank you sudah berbagi cara pandang dari segala sisi. Ini keren sihh asli, gak pernah terbanyang kalau saya ini jika terus diasah akan menjadi spesialis pemecah masalah (bukan si pembuat masalah), saya ini si pembuka jalan (bukan menonjolkan diri untuk menjilat), saya ini spesialis perbaikan (bukan si pendumel yang selalu komplain). Thank you ko! God bless
Thanks Koh..tulisannya membuka sudut pandang lain & menentramkan bacanya..
God bless u?
Numpang share ke yang lain ko, semoga bermanfaat. Sukses terus.
Terimakasih lagi bang! ??
Kalo karyawan yang membuat kerajaan sendiri gimana itu? Misal supervisor menunjuk anak buahnya yang biasa “bukain pintu” supervisor itu, kerjaannya enak, lha giliran yang lain tugas berat, dan dibully ga selese2, padahal bukan wewenang anak buah menyelesaikan itu.
Saya suka sudut pandang ini…
saya self employee dan saya sering menemui persoalan yg sama… keluhan
Saya mencoba menggali potensi diri sampai akhirnya saya bisa menemukan banyak kemampuan dalam diri saya… saya bisa menggambar, menulis, foto, video, voice over dan masih banyak lagi…
saya sangat bersyukur dg apa yg saya miliki…
Thx…